BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Masalah sector informal selalu muncul dan menjadi fenomena yang umum
terjadi di Negara-negara berkembang terutama sekali muncul di perkotaan, yang
sering menimbulkan permasalahan urbanisasi. Pada masa berlangsungnya transisi
vital, dalam masa dimana angka pertumbuhan jumlah penduduk alami tinggi,
dirasakan tekanan penduduk yang bersifat ekonomi. Pada masa kemajuan dibidang
ekonomi belum dapat mendukung terpenuhinya kebutuhan pokok. Penduduk akan
bereaksi terhadap tekanan tersebut dengan berbagai cara, antara lain melalui
cara demografis, seperti reaksi yang berhubungan dengan pengaturan atau
penurunan kelahiran (termasuk penundaan perkawinan, penggunaan alat
kontrasepsi, aborsi, praktek hidup membujang) dan reaksi untuk bernigrasi
keluar baik internal maupun internasional.
Migrasi merupakan salah satu dari tiga faktor yang dasar yang mempengaruhi
pertumbuhan penduduk, selain faktor lainnya, yaitu kelahiran dan kematian.
Peninjauan migrasi secara regional sangat penting untuk ditelaah secara khusus
mengingat adanya desentralisasi (kepadatan) dan distribusi penduduk yang tidak
merata, adanya faktor-faktor pendorong dan penarik bagi orang-orang untuk
melakukan migrasi, adanya desentralisasi dalam pembangunan, di lain pihak,
komunikasi termasuk transportasi semakin lancer (Munir, 2000: hal 115).
- Rumusan Masalah
- Konsep dan definisi migrasi
- Macam-macam migrasi
- faktor-faktor yang mempengaruhi migrasi; telaah teori-teori migrasi
- Migrasi dan Pembangunan
- Migrasi di Negara sedang berkembang
BAB II
PEMBAHASAN
- Konsep dan definisi Migrasi
Mobilitas sebagaimana digunakan dalam studi geografi, biasanya mengacu
pada semua bentuk gerakan individu atau gerakan keliompok secara special.
Selanjutnya, gerakan penduduk, yang mencakup perubahan tempat tinggal secara
permanent atau semi permanent secara khusu didefinisikan sebagai migrasi.
Sedangkan gerakan penduduk yang hanya sementara seperti dalam perjalanan
wisata, liburan atau perjalanan bisnis disebut comutting dan sirkulasi.
Jadi mobilitas penduduk dikategorikan dalam 2 (dua) kelompok yaitu
mobilitas permanent dan non permanent. Mobilitas permanent (atau yang biasanya
disebut migrasi) adalah penduduk yang menetap di daerah lain selama waktu
minimal enam bulan atau mereka yang , menetap kurang dari enam bulan tapi
berniat menetap untuk waktu enam bulan atau lebih.
Konsep Migrasi & Definisi Migrasi
Migrasi adalah perpindahan penduduk dengan tujuan
untuk menetap dari suatu tempat ke tempat lain melampaui batas politik/Negara
ataupun batas administrasi/batas bagian dalam suatu negara (Munir, 2000 : hal
(116).
- Everesst S. Lee
Migrasi adalah perubahan tempat tinggal yang permanent atau semi
permanent dan tidak ada batasan mengenai jarak yang ditempuh, apakah perubahan
tempat tinggal itu dilakukan secara sukarela atau terpaksa, dan apakah
perubahan tempat tinggal itu antar Negara atau masih dalam suatu Negara.
- Shryock and Siegel
Migrasi adalah suatu bentuk mobilitas geografi atau mobilitas keruangan
yang menyangkut perubahan tempat kediaman secara permanent antar unit-unit
geografi tertentu.
- Standing and Mantra
Migrasi merupakan perubahan tempat tinggal yang melampaui batas-batas
wilayah yang telah ditetapkan selama satu atau dua tahun dari satu wilayah ke
wilayah lain dengan maksud untuk menetap di daerah tujuan.
- Bogue
Migrasi didefinisikan sebagai perubahan tempat
kediaman yang menyangkut terjadinya perubahan menyeluruh yang disertai dengan
penyesuaian dari orang yang pindah ke lingkuangan masyarakay yang baru.
- Sensus penduduk Indonesia
Migrasi sebagai perpindahan tempat tinggal yang
melampaui batas propinsi, dengan batasan waktu telah tinggal di tempat tujuan
selama enam bulan atau lebih.
- Macam-macam Migrasi
Mobilitas
penduduk di- pandang sebagai mobilitas geografis tenaga kerja, yang me- rupakan
respon terhadap ketidakseimbangan distribusi ke- ruangan lahan, tenaga kerja,
kapital dan sumberdaya alam. Ketidakseimbangan lokasi geografis faktor produksi
tersebut pada gilirannya mempengaruhi arah dan volume migrasi. Pengertian:
Mobilitas
penduduk adalah perpindahan penduduk dari suatu tempat ketempat yang lain.
Mobilitas
penduduk dibagi menjadi 3 macam:
-
Mobilitas horizontal adalah perpindahan penduduk dari satu lapangan
hidup ke lapangan hidup yang lain.
-
Mobilitas vertikal adalah perpindahan penduduk dari cara-cara hidup
tradisional kecara-cara hidup yang lebih moderen.
-
Mobilitas geografis adalah berpindahnya seseorang dari satu tempat ke
tempat atau daerah lain. Contoh: Migrasi penduduk.
Migrasi penduduk terbagi menjadi
2 jenis yaitu:
1. Migrasi internasional. Migrasi
internasional adalah perpindahan penduduk yang melewati batas suatu negara.
2. Migrasi interen adalah migrasi yang terjadi
dalam batas wilayah suatu negara. Terdiri dari:
1. Migrasi sirkuler. Ya itu
perpindahan penduduk sementara karena mendekati tempat pekerjaan.
2. Komuter atau ngelaju. Ya itu
pergi ketempat atau kota
lain dipagi hari dan pulang disore hari ataupun malam hari.
3. Urbanisasi. Ya itu
perpindahan penduduk dari desa ke kota
dengan maksud untuk mencari nafkah.
4. Transmigrasi.
Ya itu perpindahan penduduk dari
pulau yang padat penduduknya ke pulau yang jarang penduduknya dalam satu
negara.
Macam-macam transmigrasi di Indonesia
adalah:
A. Transmigrasi umum. Ialah
transmigrasi yang disebabkan oleh tekanan penduduk di daerah asal, biaya
ditanggung oleh pemerintah.
b. Transmigrasi keluarga. Ialah
transmigrasi yang pembiayaannya ditanggung oleh keluarga yang telah berada di
daerah transmigrasi.
c. Transmigrasi lokal. Ialah
transmigrasi dari suatu propinsi ke propinsi lain, dan biaya ditanggung oleh
departemen transmigrasi.
d. Transmigrasi suakarya. Ialah
transmigrasi yang diselenggarakan oleh departemen transmigrasi dengan jaminan
hidup beberapa tahun, selanjutnya diberikan tanah kepada transmigran untuk dikerjakan.
E. Transmigrasi sektoral. Ialah
transmigrasi yang pembiayaannya diurus bersama-sama.
F. Transmigrasi suakarsa
(Spontan). Ialah transmigrasi yang dislenggarakan atas biaya sendiri dengan
bimbingan dan fasilitas dari pemerintah.
G. Transmigrasi bedol desa.
Ialah transmigrasi seluruh penduduk dari sebuah desa atau beberapa desa beserta
seluruh aparatur pemerintahnya, karena desa tersebut terkena rencana proyek
pemerintah.
- Faktor-Faktor Yang Memepengaruhi Migrasi; telaah beberapa teori
Berbagai dimensi yang menyebabkan seseorang melakukan migrasi diantaranya
karena factor-faktor ekonomi, social, demografis, budaya dan factor-faktor
lainnya. Menurut beberapa ahli factor-faktor yang menyebabkan seseorang
melakukan migrasi adalah karena factor-faktor ekonomis antara lain perbedaan
upah, dimana upah di daerah asal lebih rendah dibandingkan dengan daerah
tujuan, factor-faktor social, seperti keingainan migrant melepaskan diri dari
batas-batas tradisional yang berupa struktur social desa yang menghambat; karena
factor-faktor fisik seperti bencana iklim dan meteorologist seperti banjir,
kekeringan, dan kelaparan yang memaksa orang-orang untuk mencari lingkungan
hidup alternative.
Adapun karena factor-faktor demografis seperti penurunan angka kematian,
dan dalam waktu bersamaan angka pertumbuhan penduduk desa yang tinggi yang
mengarah pada naiknya kepadatan penduduk desa secara cepat. Selain itu, karena
factor-faktor budaya seperti adanya hubungan “keluarga batih” di kota yang
menyediakan jaminan finansial awal bagi migrant baru, dan daya tarik perkotaan
dan karena factor-faktor komunikasi yang
merupakan akibat dari peningkatan transportasi, system pendidikan yang
berwawasan kota, pengaruh modernisasi pengenalan radio, televise dan bioskop.
Teori-teori Migrasi
- Arthur Lewis
Lewis merupakan salah satu ahli yang mengatakan bahwa factor-faktor atau
alas an yang menyebabkan seseorang melakukan migrasi adalah karena perbedaan
upah.
Lewis (1954) berpendapat bahwa di Negara-negara yang sedang berkembang
terdapat dualisme kegiatan perekonomian, yaitu di sector ekonomi subsisten
(pertanian) di pedesaan, dan sector ekonomi modern dengan tingkat prodiktivitas
yang tinggi diperkotaan. Proses pembangunan di Negara-negara sedang berkembang
dimulai dari sector subsisten dan dalam waktu yang hamper bersamaan dilakukan
pembangunan besar-besaran di sector industri modern. Produktivitas yang tinggi
di sector industri modern, telah menghasilkan sector ini memberikan kontribusi
yang besar dalam mendorong laju pembangunan ekonomi. Sedangkan pada sector
pertanian dengan produktivitas yang relative rendah, telah menyebabkan
terjadinya kelebihan tenaga kerja di sector ini. Sering dengan kondisi
tersebut, pertambahan penduduk yang relative besardi pedesaan, menyebabkan luas
lahandi sector pertanian semakin sempit. Akibatnya tenaga kerja di sector
pertanian akan pindah ke sector industri perkotaan. Di sisi dengan perkembangan
yang pesat yang terjadi di sector industri/kapitalis yang sangat terkonsentrasi
di daerah perkotaan ini, mengakibatkan perdeaan upah antara sector industri dan
pertanian semakin besar. Kondidi ini pula yang menyebabkan terjadinya migrasi
penduduk dari pedesaan ke perkotaan.
Dengan adanya perbedaan upah antara sector industri dan pertanian, maka
tenaga kerja akan bermigrasi ke perkotaan dalam rangka memperoleh pekerjaan
pada sector induistri, karena sector pertanian mengalami pertumbuhan relative
lambat, baik di sector produksi, penyerapan tenaga kerja, demikian juga tingkat
upah.
Kritik terhadap teori lewis
Model pembangunan teori ini
memperhatikan proses perpindahan tenaga kerja dari desa ke kota, perekomian
dibagi 2 sektor yaitu (a) sector tradisional (pedesaan yang subsisten) yang
ditandai dengan produktivitas tenaga kerja yang sangat rendah dan (b) sector
modern (industri perkotaan) dimana tenaga kerja dari sector subsisten berpindah
secara perlahan. Titik perhatian utama model ini adalah proses perpindahan
tenaga kerja dan pertumbuhan tingkat pengerjaan (employment) di sector modern
(perkotaan) menyebabkan pertumbuhan output di sector modern. Kecepatan dua hal
(perpindahan tenaga kerja dan pertumbuhan pengerjaan) tergantung pada tingkat
akumulasi modal industri di sector modern.
Walaupun model pembangunan dua
sector dari lewis adalah sederhana dan sesuai dengan pengalaman sejarah
pertumbuhan ekonomi di Barat, model ini mempunyai 3 asumsi pokok yang sangat
berbeda dengan kenyataan-kenyataan dari migrasi dan keterbelakangan yang
terjadi di NSB saat ini.
Pertama, model ini menganggap bahwa
tingkat perpindahan tenaga kerja dan tingkat perpindahan tenaga kerja dan
tingkat penciptaan kesempatan kerja di sector perkotaan adalah proporsional
dengan tingkat akumulasi modal di perkotaan. Tetapi jika surplus laba para
pemilik modal diinvestasikan kembali8 dalam bentuk peralatan yang lebih hemat
tenaga kerja (labor-saving) daripada sekedar menambah modal saja. Hal ini lebih
memberikan gambaran apa yang biasa disebut pertumbuhan ekonomi “anti
pembangunan”.
Kedua, asumsi dari model ini yang
berbeda dengan kenyataan adalah asumsi bahwa “surplus” tenaga kerja terjadi di
daerah pedesaan sedangkan di daerah perkotaan ada banyak kesempatan kerja.
Hampir semua penelitian sekarang menunjukkan keadaan yang sebaliknya yang
terjadi NSB yaitu banyak pengangguran terbuka terjadi di daerah perkotaan
tetapi hanya ada sedikit surplus tenaga kerja di daerah perdesaan.
Ketiga, asumsi model lewis yang
tidak realistis adalah anggapan bahwa upah nyata di perkotaan akan selalu tetap
sampai pada satu titik dimanba penawaran dari surplus tenaga kerja perdesaan
habis. Salah satu gambaran yang menarik dari pasar tenaga kerja perkotaan dan
penentuan tingkat upah di hampir semua NSB adalah adanya kecenderungan bahwa tingkat upah untuk meningkat secara
nyata sepanjang waktu, baik dalam nilai absolutnya maupun jika dibandingkan
dengan pendapatan rata-rata perdesaan, sekalipun ada kenaikan tingkat
pengangguran terbuka.
- Todaro
Model todaro merumuskan bahwa migrasi berkembang karena perbedaan antar
pendapatan yang diharapkan dan yang terjadi di pedesaan dan di perkotaan.
Anggapan yang mendasar adalah bahwa para migrant tersebut memperhatikan
berbagai kesempatan kerja yang tersedia bagi mereka dan memilih salah satu yang
bisa memaksimumkan manfaat yang mereka harapkan dari bermigrasi tersebut.
Manfaat-manfaat yang diharapakan dietntukan oleh perbedaan-perbedaan nyata
antara kerja di desa dan di kota serta
kemungkinan migrasi tersebut untuk mendapatkan kerja di kota.
Pada hakekatnya, teori ini menganggap bahwa angkatan kerja, baik actual
maupun potensial, memperbadingkan pendapatan yang mereka “harapkan” di
perkotaan pada suatu waktu tertentu dengan memperhitungkan pendapatan rata-rata
di pedesaan. Akhirnya mereka melakukan migrasi jika pendapatan yang
‘diharapkan” di kota
lebih besar daripada pendapatan rata-rata di pedesaan.
Secara singkat bisa disebutkan disini bahwa model migrasi dari todaro
mempunyai 4 karakteristik utama yaitu:
- Migrasi terutama sekali dirangsang oleh pertimbangan-pertimbangan ekonomis yang rasional. Misalnya pertimbangan manfaat (benefits) dan biaya (costs), terutama sekali secara financial tetapi juga secara psikologis.
- keputusan untuk bermigrasi lebih tergantung pada perbedaan upah riil “yang diharapkan” daripada “yang terjadi” antara pedesaan dan perkotaan, di mana perbedaan yang “diharakan” itu ditentukan oleh interkasi anta dua variable yaitu perbedaan upah pedesaan-perkotaan yang terjadi kemungkinan untuk memperoleh pekerjaan di sector perkotaan.
- Kemungkinan untuk memperoleh pekerjaan di perkotaan berhubungan terbailk dengan tingkat pengangguran di perkotaan.
- tingkat migrasi yang melebihi tingkat pertumbuhan kesemptana kerja di perkotaan sangat mungkin terjadi. Oleh karena itu, tingkat pengangguran yang tinggi di perkotaan merupakan hal yang tidak terelakkan karena adanya ketidakseimbangan yang parah antara kesempatan-kesempatan ekonomi di perkotaan dan di pedesaan pada hamper semua NSB.
·
Haris-Todaro
Seperti yang dikemukakan oleh Todaro, terjadinya migrasi dari sector
tradisional di pedesaan ke sector modern di perkotaan ditentukan oleh dua factor,
yaitu: Pertama, tingkat perbedaan
upah nyata antara sector pertanian (pedesaan) dan sector industri (perkotaan).
Kedua, adanya peluang untuk memperoleh oekerjaan di perkotaan. Migrasi akan
terjadi apabila ada perbedaan upah yang diharapkan (expected rate) anta sector
pertanian di pedesaan dan sector industri di perkotaan. Tetapi jika upah yang
diharapkan (expected rate) lebih tinggi di sector pertanian di pedesaan tidak
akan terjadi migrasi dari perkotaan ke perdesaan.
Oleh Haris-Todaro, upah yang diharapkan (expected rate) dirumuskan
sebagai E (W), yaitu pertalian antara upah nyata (W) dengan proobabilitas
mendapatkan pekerjaan di daerah perkotaan (P). dengan asumsi bahwa probabilitas
mendapatkan pekerjaan di daerah pedesaan dan perkotaan = 1, sehingga expected
wage antara pedesaan dan perkotaan sama dengan upah nyata.
Jika diumpamakan daerah perkotaan = urban (u) dan daerah pedesaan = rural
(r), maka expected wage dapat diformulasikan sebagai berikut:
E (Wr) = Wr.Pr
Dimana : Pr = 1
Maka : E (Wr) = Wr, dengan cara yang sama diperoleh untuk
perkotaan: E (Wu) = Wu
Apabila Eu = peluang memperoleh pekerjaan di perkotaan dan
Lu
= jumlah angkatan kerja di daerah perkotaan
Maka :
E
(Wu) = Wu. Eu/Lu
Dari
formula tersebut diperoleh tiga kemungkinan yaitu:
1.
Migran akan terjadi jika: E (Wr) < E (Wu) dan atau
Wr = Wu . Eu/Lu
2.
Migrasi tidak akan terkjadi jika: E (Wr) > E (Wu)
dan atau Wr > Wu.Eu/Lu
3.
Tanpa migrasi jika: E (Wr) = E (Wu) dan atau Wr =
Wu.Eu/Lu
·
Don
Bellante dan Mark Jackson
Bellante dan Jackson
dengan kerangka konsep yang dikembangkan, telah menghipotesisikan bahwa migrasi
tenaga kerja ke suatu daerah dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sebagai
penawaran dan juga permintaan terhadap tenaga kerja. Jika penawaran tenaga
kerja bertambah terus, maka pada daerah tersebut akan terjadi kelebihan tenaga
kerja, sedangkan di daerah asal akan menjadi kekurangan tenaga kerja. Dalam
kondisi demikian terjadi perubahan tingkat upah. Tingkat upah di daerah tujuan
cenderung menurun, dan daerah asal cenderung naik.
·
Sture Oberg
(1993)
Oberg mengatakan bahwa factor-faktor yang mempengaruhi migrasi tenaga
kerja dimasa mendatang selain tergantung dari karakteristik/perilaku migrant
yang bersangkutan, juga tergantung dari factor-faktor –pendorong dan penarik.
Dari analisa yang dilakukan Oberg pada daerah miskin dan kaya yang memiliki
perbedaan tingkat kesejahteraan memperlihatkan bahwa factor-faktor pendorong
yang menyebabkan seseorang bermigrasi dibedakan menjaddi 2 (dua) aspek, yaitu
factor pendorong yang kuat (hard push factor) dan yang lemah (soft push
factor). Faktor pendorong yang kuat adalah karena peperangan (war), kelaparan
dan lingkungan yang tidak aman (environment catastrophes). Sedangkan
factor-faktor pendorong yang lemah antara lain: perselisihan etnik
(persecution), kemiskinan (poverty) dan keterasingan dan lingkungan social
(social loneliness).
·
Lary A.
Sjaastad
Sjaastad (1962) mengatakan migrasi merupakan suatu investasi modal
manusia, dalam hal ini migrant sebelum melakukan perpindahan pekerjaan ke
daerah lain terlebih dahulu mempersiapkan diri, seperti investasi modal
manusia, pertimbangan terhadap keluarga dan sanak saudara yang ditinggalkan,
serta biaya psikis yang tidak dapat dihitung dengan uang.
·
Everett S. Lee
Menurut Everett S. Lee (Munir.2000, hal.120) ada 4 faktor yang menyebabkan
orang mengambil keputusan untuk melakukan migrasi, yaitu:
1. Faktor-faktor yang terdapat di daerah asal
2. Faktor-faktor yang terdapat di tempat tujuan
3. Rintangan-rintangan yang menghambat
4. Faktor-faktor pribadi
Di setiap tempat asal ataupun tujuan, ada sejumlah faktor yang menahan orang
untuk tetap tinggal di situ, dan menarik orang luar luar untuk pindah ke tempat
tersebut; ada sejumlah faktor negatif yang mendorong orang untuk pindah dari
tempat tersebut; dan sejumlah faktor netral yang tidak menjadi masalah dalarn
keputusan untuk migrasi. Selalu terdapat sejumlah rintangan yang dalam
keadaan-keadaan tertentu tidak seberapa beratnya, tetapi dalam keadaan lain
dapat diatasi. Rintangan-rintangan itu antar lain adalah mengenai jarak,
walaupun rintangan "jarak" ini meskipun selalu ada, tidak selalu
menjadi faktor penghalang. Rintangn-rintangan tersebut mempunyai pengaruh yang berbeda-beda
pada orang-orang yang mau pindah. Ada
orang yang memandang rintangan-rintangan tersebut sebagai hal sepele, tetapi
ada juga yang memandang sebagai hal yang berat yang menghalangi orang untuk
pindah. Sedangkan faktor dalam pribadi mempunyai peranan penting karena
faktor-faktor nyata yang terdapat di tempat asal atau tempat tujuan belum
merupakan factor utama, karena pada akhirnya kembali pada tanggapan seseorang
tentang factor tersebut, kepekaan pribadi dan kecerdasannnya.
·
Lewis
Ranis-Fei
Teori migrasi lainnya menekankan analisisnya terhadap
factor ekonomi adalah teori Lewis Ranis-Fei, yang menjelaskan proses terjadinya
perpindahan tenaga kerja dari sector pertanian (tradisonal) ke sector industri
(modern). Teori ini memperbaiki teori lewis. Sector tradisonal pada dasarnya berada
di daerah pedesaan sedangkan sector modern berada di daerah perkotaan. Teori
ini berpandangan bahwa adanya kelebihan tenaga kerja di sector pertanian,
sementara itu disektor industri terdapat kesempatan kerja yang cukup banyak,
sehingga memotivasi para oekerja untuk pindah ke sector modern dan berakibat
terjadinya proses migrasi desa-kota. Hal ini tidak terlepas sebagai akibat
terjadinya perbedaan dalam tingkat produktifitas antara kedua sector tersebut,
yang didalam kenyataanya menunjukkan produktifitas di sector industri juga
lebih tinggi dibandingkan dengan produktivitas di sector pertanian. Selanjutnya
hal ini memberikan implikasi perbedaan upah yang cukup mencolok antara sector
industri dan pertanian.
·
Ravenstein
Ravenstein mengemukakan
hukum-hukum tentang migrasi, walaupun pada perkembangannya dikritik oleh N.A
Humprey yang menyatakan bahwa migrasi tidak memiliki hukum sama sekali, hal
serupa juga dikemukakan Stephen Bourne. Hukum migrasi yang dikemukakan
Ravenstein ialah:
1. Migrasi dan
Jarak
- Banyak migran pada jarak yang dekat
- Migran jarak jauh lebih tertuju ke pusat-pusat perdagangan dan industri
yang penting.
2. Migrasi
Bertahap
- Adanya arus migrasi yang terarah
- Adanya migrasi dari desa - kota
kecil - ko
- Setiap arus migrasi utama menimbulkan arus balik penggantiannya.
4. Perbedaan
antara desa clan kota
mengenai kecenderungan melakukan migrasi
- Di desa lebih besar dari pada kota.ta besar.
3. Arus dan Arus
balik
5. Wanita
melakukan migrasi pada jarak yang dekat dibandingkan pria
6. Teknologi dan
migrasi
- Teknologi menyebabkan migrasi meningkat.
7. Motif ekonomi
merupakan dorongan utama melakukan migrasi.
- Migrasi dan pembangunan
Beberapa tahun yang lalu migrasi dari desa ke kota dipandang sebagai hal yang menguntungkan
dalam kaijan pembangunan ekonomi. Migrasi internal dianggap sebagai suatu
proses yang alamiah di aman surplus tenaga kerja secara perlahan ditarik dari
sector perdesaan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja bagi pertumbuhan
industri perkotaan. Proses tersebut dianggap bermanfaat secara social karena
sumberdaya manusia dipindahkan dari lokasi-lokasi dimana produk social
marginalnya (social marginal product) sering dianggap sama dengan nol ke
tempat-tempat dimana produk marginal tersebut tidak hanya positif tetapi juga
tumbuh dengan cepat sebagai akibat dari akumulasi modal dan kemajuan teknologi.
Migrasi juga sering dianggap suatu proses yang bisa menghilangkan
ketidakseimbangan structural antara desa-kota dengan dua cara langsung.Pertama,
dari sisi penawaran, migrasi internal yang ridak proporsional meningkatkan
tingkat pertumbuhan pencari kerja perkotaan sehubungan dengan adanya
pertumbuhan penduduk perkotaan, karena proporsi dari orang muda yang
berpendidikan cukup baik mendominir arus migrasi ini. Kehadiran mereka ini cenderung
menambah pertumbuhan penawaran tenaga kerja perkotaan sementara itu terjadi
penurunan jumlah sumber daya manusia di pedesaan.
Cara yang kedua, dari sisi permintaan, penciptaan lapangan kerja
perkotaan adalah lebih sulit dari penciptaan lapangan kerja perdesaan karena
kebutuhan seumberdaya-sumberdaya komplementer di sector industri. Selain itu,
tekanan-tekanan kenaikan upah di perkotaan dan tunjangan0tunjangan tambahan
yang diwajibkan bagi para pekerja ditambah pula dengan ketiadaan alat-alat
teknologi produksi padat karya yang tepat guna agar suatu kenaikan pangsa
(share) pertumbuhan output sector modern disebabkan oleh kenaikan produktivitas
tenaga kerja. Kenaikan penawaran yang cepat tersebut dan pertumbuhan permintaan
yang lambat cenderung untuk menguabh masalah ketidakseimbangan tenaga kerja
dalam jangka pendek menjadi surplus tenaga kerja daerah perkotaan dalam jangka
panjang.
- Migrasi di Negara berkembang
Umumnya para migran low skilled
dari negara miskin dan berkembang menjadi saingan berat para pekerja kasar
negara setempat. Hal ini disebabkan para tenaga kerja migran bersedia
digaji lebih rendah tetapi masih jauh lebih tinggi dibanding upah yang
diterima di negara asal.
Tidak
mengherankan bila di negara-negara penerima migran (receiving countries) kecurigaan etnis dan persaingan ekonomi
memaksa para migran harus ekstra luar biasa hati-hati. Kenyataan ini
membuat para migran harus bertahan terhadap setiap kemungkinan permusuhan yang
timbul dalam pergaulan dengan orang-orang di negara setempat.
Dengan kondisi tersebut, secara ekonomis dan psikologis, sebenarnya migrasi
tenaga kerja sangat mahal, khususnya bagi para pekerja kasar. Para migran
merasa terasing dari akar lingkungan mereka. Ini juga berdampak pada
negara-negara yang mengirim para migran (sending
countries). Tidak jarang perlakukan-perlakuan kurang manusiawi
terhadap para pekerja migran melukai perasaan bangga secara nasional (terutama
apabila migran mengalami tindakan tidak berperi kemanusiaan seperti sering
terjadi dengan tenaga kerja wanita dari Indonesia).
Masalah ini merupakan tantangan bagi negara miskin dan berkembang untuk
meningkatkan kualitas tenaga kerjanya yang akan berimigrasi ke negara
lain. Negara-negara maju misalnya, cenderung menyambut migran yang
memiliki keterampilan tinggi, sementara menutup kemungkinan bagi para migran
yang kurang memiliki keterampilan.
F. KEBIJAKAN MIGRASI
Biarpun model todaro secara sekilas nampak kurang memperhatikan arti
penting migrasi desa-kota (karena model ini berpendapat bahwa migrasi tersebut
pada dasarnya merupakan suatu mekanisme penyesuaian alokasi tenaga kerja di
desa dan di kota), namun model tersebut mengandung sejumlah implikasi kebijakan
yanbg sangat penting bagi Dunia ketiga. Berikut ini adalah lima implikasi
kebijakan yang paling penting.
Pertama, Ketimpangan kesempatan kerja antara kota dan desa harus dikurangi.
Karena para migran diasumsikan akan tanggap terhadap adanya selisih-selisih
pendapatan, maka ketimpangan kesempatan ekonomi antara segenap sektor perkotaan
dan pedesaan harus dikurangi.
Kedua, pemecahan masalah pengangguran tidak cukup hanya dengan penciptaan
lapangan kerja di kota. Pemecahan masalah pengangguran di perkotaan yang
dilakukan atas dasar saran-saran ilmu ekonomi keynesian atau tradisional (
yaitu melalui penciptaan lebih banyak lapangan kerja di sektor perkotaan tanpa
harus meningkatkan penghasilan dan kesempatan kerja di pedesaan dalam waktu
bersamaan) dapat mengakibatkan suatu situasi yang paradoks, yakni meskipun
lapangan kerja di daerah perkotaan telah ditambah namun tingkat pengaggurannya
tetap saja meningkat.
Ketiga, pengembangan pendidikan yang berlebihan mengakibatkan migrasi dan
pengangguran. Model Todaro juga memiliki implikasdi kebijakan untuk mencegah
investasi di bidang pendidikan yang berlebihan terutama pendidikan tinggi
Keempat, pemberian subsidi upah dan penentuan harga faktor produksi
tradisional (tenaga kerja) justru menurunkan produktivitas. Salah satu resep
kebijakan ekonomi yang baku untuk menciptakan kesempatan kerja di perkotaan adalah
dengan menghilangkan distorsi harga faktor produksi dan menggunakan harga yang
“sebenarnya” (dibentuk oleh mekanisme pasar).
Terakhir, kelima, program pembangunan desa secara terpadu harus dipacu.
Kebijakan yang hanya ditujukan untuk memenuhi sisi permintaan kesempatan kerja
di kota, seperti subsidi upah, rekruitmen pegawai lembaga-lembaga pemerintah,
penghapusan distorsi harga faktor-faktor produksi dan penyediaan insentif
perpajakan bagi para majikan, dalam jangka panjang ternyata tidak begitu efektif
untuk meniadakan atau menanggulangi masalah pengagguran bila dibandingkan
dengan kebijakan-kebijakan yang khusus dirancang untuk mengatur secara langsung
penawaran tenaga kerja ke wilayah perkotaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar